Karyaku ^,^


Petik Lukamu Jadikan Sekuntum Bunga Surga

            Semilir angin malam yang berhembus ditambah sinar bulan yang melukiskan cahaya cinta. Nampak seorang gadis belia duduk di paviliun dengan setumpuk kertas kecil dipangkuannya. Jemarinya yang lentik, sibuk menari di atas kertas merangkai kata demi kata yang menyejukkan  jiwa.
            “Fai..Fairy!” seru seorang wanita setengah baya dari balik tirai.
            Sontak Fairy terkejut mendengar Mamanya memanggil, “Iya Mah, ada apa?” jawabnya.
            “Sudah malam nak, cepat tidur!” perintah Mama kepada Fairy.
            Namun ia enggan beranjak dari tempat duduknya “Nanti saja Mah, Fai belum ngantuk!” kata Fairy dengan nada menolak.
            “Sedang memikirkan sesuatu ya?” tanya Mama dengan rasa ingin tau.
            Fairy hanya tersenyum dan menjawab dengan lirih “Tidak Mah, Fai hanya menulis sebuah puisi.”
            “Buat siapa nih puisinya, buat Edwin ya!” goda Mama pada Fairy.
            “Ah Mama bisa saja, sudahlah Mah. Fai mau tidur!” sambil beranjak pergi menuju kamarnya.
            Edwin adalah sahabat Fairy sejak kecil, kebetulan ia akan berulang tahun lusa nanti. Fairy akan menghadiahkan jam tangan skaligus puisi yang ia buat malam itu.
***
            Tak terasa hari cepat berlalu, di malam ulang tahun Edwin, Fai sudah mempersiapkan kado istimewa untuk Edwin. Ia beranjak pergi menuju rumah Edwin dengan sepeda kesayangannya. Setibanya ia disana, ia mengetuk pintu rumah Edwin dengan wajah penuh harapan, semoga Edwin bahagia menerima hadiah darinya.
            Namun tak seperti apa yang ia sangka, di kala ia ingin sekali membahagiakan Edwin. Edwin pergi meninggalkannya. Hanya sepucuk surat yang ia terima dari Edwin.
           

            To. Fairy
            Fairy sahabatku, maafkan aku. Aku harus pergi dari Yogyakarta, aku harus          melanjutkan sekolahku di Bandung bersama orang tuaku. Aku harap kau        mengerti dan ku harap kau tetap menjadi sahabatku. 7 tahun lagi aku akan pulang menemuimu. Sampai jumpa Fai.
            Edwin
            Tak terasa air mata Fairy menetes membasahi pipinya. Ia merasa sedih karena belum sempat memberikan kado untuk Edwin. Di pandanginya toples berisikan gulungan kertas kecil yang di dalamnya tertulis harapan-harapan mereka berdua. Di dalamnya terdapat salah satu kerta yang Fairy tulis, ia ingin menjadi seorang dokter dan ia akan membantu siapapun yang membutuhkannya.
            “Apa aku bisa mencapai semua harapan-harapan itu?” tanya Fai dalam hatinya. Walau hatinya masih merasakan sedih, namun ia yakin bahwa ia bisa menggapai semua cita-citanya menjadi seorang dokter. Ia sangat yakin, karena kesuksesan datang dari dirinya sendiri bukan dari orang lain.
***
            Tujuh tahun telah berlalu, sosok Fairy yang dulunya cengeng di kala ia masih duduk di bangku SMA sekarang telah menjadi seorang dokter di rumah sakit terkemuka di Yogyakarta. Ia berhasil menggapai cita-citanya menjadi seorang dokter. Harapan-harapan yang ia tulis dalam kertas kecil itu, sekarang menjadi kenyataan. Teringat akan janji Edwin padanya tujuh tahun lalu, bahwa Edwin akan menemuinya.
            Namun hingga malam ulang tahun Edwin yang ke 23 tahun, Fairy tak kunjung mendapatkan kabar. Fairy sedikit meragu, dalam hatinya ia bertanya-tanya “Apa aku bisa bertemu Edwin kembali? Apa dia sudah lupa padaku? Atau dia mempunyai sahabat  baru disana?”. Pertanyaan itu slalu membayangi di dalam benak Fairy.
            Sontak Fairy tersadar dalam lamunannya malam itu, didapatinya panggilan masuk di ponselnya yang tidak tau dari siapa. Ketika Fairy mengangkat telvon tersebut, hatinya seakan mencair saat ia mengetahui bahwa itu Edwin. Rindunya seolah-olah terobati saat Edwin mengajak Fairy bertemu. Alangkah senang hati Fairy saat Edwin berkata begitu, segera ia bergegas menuju ke rumah makan tempat mereka akan bertemu.
***
            Sudah satu jam Fairy menunnggu, alangkah bosan hati Fairy malam itu. Namun ia tak beranjak dari tempat duduknya hingga Edwin datang menemuinya. Pada akhirnya ia mencoba menghubungi Edwin menggunakan ponsel.
            “Hallo Edwin kamu dimana, sudah dari tadi aku menunggumu disini!” seru Fai dengan nada jengkel.
            “Maaf ini bukan Edwin, Edwin kecelakaan. Dan sekarang ia sedang di UGD karena kondisinya parah.” jawab seorang wanita di dalam telvon itu.
            Bibir Fairy bergetar memanggil nama Edwin, segera ia bergegas ke rumah sakit. Di perjalanan ia hanya berharap Edwin akan selamat.
            Sesampainya Fairy di rumah sakit, ia segera ke ruang UGD. Kebetulan Fairy adalah salah satu dokter di rumah sakit itu, ia mencoba menyelamatkan Edwin sekuat tenaga. Namun apa daya, semua kehendak Tuhan.Usaha yang di lakukannya nihil, ia tak bisa menyelamatkan Edwin dari maut.
            Hatinya sangat terpukul menerima ini semua. Cita-citanya menjadi seorang dokter sudahlah tercapai, namun apa daya ia tetaplah manusia biasa. Walaupun ia seorang dokter, tetaplah ia tak bisa menyelamatkan sahabatnya sendiri dari maut.   
            Tak akan ada lagi tawanya, senyumnya, candanya, bahkan tangisnya. Hanya seuntai kalimat yang slalu Fairy ecamkan dalam hati “Petik lukamu jadikan sekuntum bunga surga”.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 komentar:

Posting Komentar